Di balik megahnya bangunan sekolah kedinasan yang menjadi tempat pembentukan para pemimpin masa depan, tersembunyi kisah-kisah yang mengejutkan dan memilukan.
Kisah penipuan yang melibatkan oknum-oknum di sekolah-sekolah ini menjadi perhatian serius bagi masyarakat.
Kepercayaan yang seharusnya menjadi landasan utama di lembaga-lembaga pendidikan ini tergoyahkan oleh tindakan yang tercela.
Kasus Penipuan Sekolah Kedinasan
Dalam artikel ini, kita akan mengungkap kisah tentang penipuan yang terjadi di beberapa sekolah kedinasan.
1. Kasus Penipuan STTD: Janjikan Lolos Sekolah Tinggi Transportasi Darat
Dilansir dari babel.inews.id, pelaku penipuan dengan modus memasukkan seseorang ke Sekolah Tinggi Transportasi Darat (STTD) ditangkap oleh polisi setelah berhasil menipu seorang warga Pekanbaru, Riau dengan kerugian sebesar Rp75 juta.
Pelaku, yang dikenal dengan inisial ASP menjanjikan bahwa anak korban akan diterima di STTD dengan membayar Rp150 juta. Korban membayar DP sebesar Rp75 juta, tetapi anaknya tidak lulus seleksi masuk STTD.
Korban meminta pelaku mengembalikan uang DP, namun pelaku mengaku telah menghabiskannya dan melarikan diri ke Dumai.
Korban melaporkan penipuan ini ke polisi dan ASP ditangkap serta ditetapkan sebagai tersangka.
ASP mengakui melakukan penipuan serupa sebelumnya, namun tidak dihukum karena anak korban lulus seleksi.
Penyelidikan polisi masih berlanjut untuk mengungkap keterlibatan pelaku lain dalam jaringan penipuan ini. Pelaku dijerat dengan Pasal 377 KUHP yang mengancam hukuman empat tahun penjara.
Kisah penipuan ini menjadi pengingat akan pentingnya berhati-hati terhadap tawaran yang menggiurkan dan perlunya penegakan hukum untuk melindungi masyarakat dari penipuan di masa depan.
2. Penipuan Menjanjikan Bisa Masuk Sekolah Kedinasan
Dilansir dari m.lampost.co, seorang guru di sebuah SMP di Bandar Lampung menjadi terdakwa dalam kasus penipuan dengan modus menjanjikan kemampuan memasukkan seseorang ke sekolah kedinasan.
Terdakwa dengan inisial VO menjalani sidang di Pengadilan Negeri Tanjungkarang pada Rabu, 03 Mei 2023.
Korban mengalami kerugian lebih dari Rp300 juta akibat tindakan pelaku.
Sidang ini fokus pada keterangan terdakwa. VO mengakui bahwa hubungan yang ia klaim dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hanyalah cerita bohong untuk meminta uang dari korban.
Terdakwa juga mengaku bisa memasukkan korban ke PT KAI dengan membayar Rp175 juta. Namun, korban merasa tertipu saat tidak lulus dalam tes yang dijanjikan.
Korban pertama, dengan inisial YD, ditipu dengan janji pekerjaan di BUMN pada tahun 2020 dengan membayar ratusan juta rupiah.
Korban kedua, dengan inisial DL ditipu dengan janji diterima di sekolah kedinasan dengan membayar Rp150 juta.
Kerugian kedua korban mencapai Rp384 juta. Korban YD awalnya tidak ingin melaporkan, karena terdakwa berjanji akan mengembalikan uang dan meminta waktu.
Namun, setelah janji itu tidak terpenuhi, YD memutuskan melaporkan kejadian ini.
3. Kasus Penipuan IPDN: Iming-imingi Bisa Masukkan Peserta
Menurut laporan dari medan.tribunnews.com, seorang pelapor bernama Chairunisa Nasution mengungkapkan modus pelaku yang menjanjikan adiknya, Sania Sarah, untuk diterima di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) dengan imbalan uang. Chairunisa mengalami kerugian sebesar Rp670 juta yang diberikan kepada pelaku.
Awalnya, pelaku menawarkan sejumlah uang sebesar Rp550 juta dan meyakinkan bahwa adiknya akan lolos seleksi IPDN pada rekrutmen tahun 2022.
Meskipun awalnya keluarganya menolak tawaran pelaku, namun mereka akhirnya percaya karena bujuk rayu pelaku. Pelaku kemudian meminta uang secara bertahap, mulai dari Rp300 juta hingga Rp550 juta.
Namun, setelah keluarga tersebut menyetorkan jumlah tersebut, adik Chairunisa tidak terdaftar sebagai peserta yang lolos.
Pelaku kemudian meminta uang sebesar Rp550 juta dengan alasan untuk menggeser peserta lain. Chairunisa mempercayai pelaku karena mereka adalah teman dari masa sekolah.
Namun, setelah merasa ditipu, Chairunisa melaporkan pelaku ke Polda Sumut.
Dikutip dari detik.com, pelaku yaitu Odi Satria Nugraha, seorang aparatur sipil negara (ASN) yang bekerja di Kemendagri, menjalani sidang dan divonis 1 tahun 9 bulan penjara atas kasus penipuan tersebut.
4. Kasus Penipuan Masuk Polisi: Janjikan Lulus Seleksi Perwira di SIPSS
Dilansir dari cnn.indonesia.com, seorang anggota Polri di Sulawesi Selatan menjadi korban penipuan dengan modus penjanjian lulus seleksi perwira melalui Sekolah Inspektur Polisi Sumber Sarjana (SIPSS).
Korban, yang disebut sebagai SL, mengalami kerugian hingga ratusan juta rupiah dan melaporkan kasus ini ke Polda Sulsel.
Pelaku, yang berinisial MU, adalah mantan anggota TNI yang berhasil menipu seorang Bintara Polri dengan meminta uang senilai Rp250 juta untuk memuluskan langkahnya dalam seleksi perwira.
Korban melaporkan kasus ini ke Polda Sulsel dengan nomor aduan STTLP/B/1256/IX/2022/SPKT/POLDA SULSEL.
Awal mula kasus ini berawal ketika suami korban bertemu dengan MU di Kabupaten Jeneponto.
MU mengklaim dapat membantu suami korban dalam seleksi perwira Polri.
Namun, untuk mewujudkan hal tersebut, MU menuntut agar korban menyerahkan sejumlah uang secara bertahap hingga mencapai Rp250 juta.
Korban, yang disebut sebagai Ramlah, percaya dengan perkataan MU karena diperlihatkan foto-foto MU bersama seorang jenderal.
Hal ini membuat Ramlah yakin bahwa MU mampu menjadikan suaminya menjadi perwira.
Setelah mengirimkan uang dalam jumlah besar tersebut, MU sulit ditemui dan tidak memenuhi janjinya.
Ramlah bahkan pergi ke Parepare untuk meminta pengembalian uangnya dari MU.
5. Kasus Penipuan STIN: Janjikan Bisa Lolos Masuk Sekolah Tinggi Intelijen Negara
Dilaporkan oleh sinarkeadilan.com, Oknum Jenderal TNI beserta ajudannya dan seorang janda yang mengaku sebagai pegawai Departemen Keuangan akan dipolisikan atas dugaan penipuan terhadap keluarga calon siswa STIN.
Kejadian ini terjadi pada Juni 2021 ketika Mardin Manurung bertemu dengan seorang perempuan bernama Suwandar Ningsih, yang mengaku sebagai staf Departemen Keuangan.
Suwandar Ningsih mengklaim bisa memasukkan anak Mardin, Gerald Putra Lorenza Manurung, ke STIN melalui jenderal TNI bernama MH Mauris P, S.I.P.
Mardin Manurung berkomunikasi dengan Suwandar Ningsih dan ajudannya, Faisal Anwar. Mardin mentransfer uang sebesar Rp 75 juta ke Faisal Anwar sebagai tanda jadi.
Kemudian, Mardin bertemu dengan Suwandar Ningsih di Jakarta dan mereka membuat Surat Pernyataan yang menyatakan bahwa Gerald akan lolos masuk STIN.
Dalam surat tersebut, disepakati biaya sebesar Rp 345 juta.
Mardin mentransfer uang ke rekening Suwandar Ningsih dan Faisal Anwar. Totalnya, Mardin mentransfer Rp 150 juta ke Faisal Anwar dan Rp 7,5 juta serta Rp 5 juta ke Suwandar Ningsih.
Pada akhirnya, Gerald tidak lulus masuk STIN dan keluarga meminta agar uang dikembalikan, namun pelaku tidak memberikan pengembalian.
Keluarga Mardin melaporkan kasus ini dan menuntut agar komplotan jenderal dan pegawai Departemen Keuangan ini ditangkap dan diadili atas tindakan penipuan yang dilakukan.
6. Kasus Penipuan STAN: Mengaku Orang Dalam
Kasubag Humas PKN STAN, Inwan Hadiansyah mengungkapkan bahwa mereka menerima laporan dari orangtua peserta SPMB PKN STAN yang tidak lolos seleksi.
Orangtua tersebut menerima surat dari seseorang yang mengaku dari PKN STAN, mengklaim bahwa anaknya diterima sebagai mahasiswa.
Padahal, tahapan seleksi sudah berakhir dan perkuliahan telah dimulai. Orangtua diminta untuk membayar sejumlah uang agar anaknya bisa masuk.
Inwan menegaskan bahwa PKN STAN tidak pernah menyelenggarakan bimbingan belajar atau menerbitkan buku soal.
Kelulusan SPMB PKN STAN didasarkan pada prestasi peserta, sehingga janji kelulusan dengan motif apapun adalah penipuan.
Penutup
Tindakan penipuan di sekolah kedinasan adalah perbuatan yang sangat tidak patut. Sangat penting bagi pihak berwenang untuk menangkap dan memproses hukum para pelaku.
Kejadian ini mengingatkan kita semua tentang pentingnya kewaspadaan dalam menghadapi penipuan, serta pentingnya transparansi dan integritas dalam seleksi penerimaan di institusi pendidikan.
Ingat, kasus penipuan sekolah kedinasan bisa saja terjadi di sekolah kedinasan apapun seperti Poltekim, Poltekip, dll
Lebih baik berusaha untuk belajar agar bisa lulus murni, ASN Institute memiliki program kursus kedinasan yang bisa kalian ikuti
Semoga tindakan ini dapat diatasi dan tidak terulang di masa depan, sehingga kepercayaan publik terhadap sekolah kedinasan tetap terjaga.